Sabtu, 20 Februari 2010

Anekdot Sufi Jawa

ANEKDOT SUFI JAWA

Rasa Bahagia

Nong Sobron ketika duduk di beranda limasan rumahnya, anaknya Pertiwi dan Kartika mengajak bermain bersama mengerjakan prakarya sekolahan, melihat anaknya begitu pandai mengerjakan kertrampilan tangannya, tertegunlah Nong Sobron di ciumilah anaknya tersebut. Betapa bahagianya hatinya…rasa kehabagiaan diresapi, dihayati, dan terurai dalam kesadaranya, bergetar energi ruhaniahnya

Tetapi Nong Sobron terkejut ketika guru sejatinya Dewo Ruci muncul dan mengingatkan “ Apakah pantas seorang saliki kesadarannya terdominasi oleh kebahagiaan parsial, tidakkah ingat bahagaimana Eyang Brahim di wejang oleh Gusti akan dominasi kebahagiaan,yang seakan akan kebahagiaan parsial adalah sah dan manusiawi? Apakah kebahagian parsial bisa untuk memupuk rasa cinta? Memupuk welas asih sebagai jalan liqa’? Tidak Tolle……hanya memupuk cinta egoistis saja, dan itu jebakan hilangnya ego, kamu tidak akan sampai ke Sukma Kawekas le…..”

Nong Sobron terdiam dalam kontemplasi,sebagai seorang sufi tidaklah ada dominasi kebahagiaan, dominasi kasih sayang yang akan memumpuk egositas. Yang ada hanyalah kehambaran duniawiah sebagai jalan masuk ke roso pangroso – batin yang murni tanpa kontaminasi ego- aku sebuah paradigma epistimologi rohaniah.

Sebagai seorang sufi seharusnya kasih sayang yang muncul bukan untuk mengkotakan pengalaman kedalam rangkingitas yang akhirnya menjebak menjadi hubbud dunya. Kasih sayang, rasa cinta yang muncul seharusnya hanya mengingatkan akan sifat Gusti sang maha welas dan asih. Cinta yang muncul bukan untuk dinikmati tetapi sebagai pengetahuan bagaimana memaknai kasih sayang kepada alam semesta, kepada Mahluk ciptakaan Khalik, karena Khalik memakna – mewujud dalam Mahluk.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar